Kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi saat ini telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya
bangsa Indonesia. Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata
menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai
pelestarian budaya. Perkembangan 3T (Transportasi, Telekomunikasi, dan
Teknologi) mengkibatkan berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri
sendiri . Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan
berganti dengan budaya barat, misalnya pergaulan bebas. Di Tapanuli (Sumatera
Utara) misalnya, duapuluh tahun yang lalu, anak-anak remajanya masih banyak
yang berminat untuk belajar tari tor-tor dan tagading (alat musik batak).
Hampir setiap minggu dan dalam acara ritual kehidupan, remaja di sana selalu
diundang pentas sebagai hiburan budaya yang meriah. Saat ini, ketika teknologi
semakin maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut semakin lenyap di
masyarakat, bahkan hanya dapat disaksikan di televisi dan Taman Mini Indonesi
Indah (TMII). Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut, bila dikelola
dengan baik selain dapat menjadi pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan
untuk pemerintah baik pusat maupun daerah, juga dapat menjadi lahan pekerjaan
yang menjanjikan bagi masyarakat sekitarnya. Hal lain yang merupakan pengaruh
globalisasi adalah dalam pemakaian bahasa indonesia yang baik dan benar (bahasa
juga salah satu budaya bangsa). Sudah lazim di Indonesia untuk menyebut orang
kedua tunggal dengan Bapak, Ibu, Pak, Bu, Saudara, Anda dibandingkan dengan kau
atau kamu sebagai pertimbangan nilai rasa. Sekarang ada kecenderungan di
kalangan anak muda yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta
seperti penyebutan kata gue (saya) dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar
anak muda mengunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur bahasa inggris seperti
OK, No problem dan Yes’, bahkan kata-kata makian (umpatan) sekalipun yang
sering kita dengar di film-film barat, sering diucapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Kata-kata ini disebarkan melalui media TV dalam film-film, iklan
dan sinetron bersamaan dengan disebarkannya gaya hidup dan fashion . Gaya
berpakaian remaja Indonesia yang dulunya menjunjung tinggi norma kesopanan
telah berubah mengikuti perkembangan jaman. Ada kecenderungan bagi remaja putri
di kota-kota besar memakai pakaian minim dan ketat yang memamerkan bagian tubuh
tertentu. Budaya perpakaian minim ini dianut dari film-film dan majalah-majalah
luar negeri yang ditransformasikan kedalam sinetron-sinetron Indonesia .
Derasnya arus informasi, yang juga ditandai dengan hadirnya internet, turut
serta `menyumbang` bagi perubahan cara berpakaian. Pakaian mini dan ketat telah
menjadi trend dilingkungan anak muda. Salah satu keberhasilan penyebaran
kebudayaan Barat ialah meluasnya anggapan bahwa ilmu dan teknologi yang
berkembang di Barat merupakan suatu yang universal. Masuknya budaya barat
(dalam kemasan ilmu dan teknologi) diterima dengan `baik`. Pada sisi inilah
globalisasi telah merasuki berbagai sistem nilai sosial dan budaya Timur
(termasuk Indonesia ) sehingga terbuka pula konflik nilai antara teknologi dan
nilai-nilai ketimuran.
Oleh karena itu Pengaruh
Teknologi Informasi dan Komunikasi menimbulkan berbagai masalah terhadap
eksistensi kebudayaan daerah, salah satunya adalah terjadinya penurunan rasa
cinta terhadap kebudayaan yang merupakan jati diri suatu bangsa, erosi
nilai-nilai budaya, terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya berkembang
menjadi budaya massa.
Maka kita sebagai generasi muda
yang akan menjadi penerus bangsa tidak ada salahnya untuk menjaga dan
melestarikan kebudayaan bangsa kita yang sekarang semakin terkikis oleh budaya
bangsa lain akibat kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar